Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah yang mempunyai sejarah Jawa kuno yang sangat terkenal. Candi Dieng menjadi obyek wisata sejarah di Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang berupa kumpulan candi-candi peninggalan umat Hindu. Kompleks percandian ini menjadi saksi bisu pesatnya perkembangan agama Hindu di Jawa Tengah pada masa lalu. Bangunan candi yang menjadi ciri khas kota Dieng tersebar di beberapa daerah yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara walaupun ada beberapa orang masih menyebutnya Candi Dieng Wonosobo.
Candi Dieng yang unik dipadu suasana tenang, asri, dan indah membuatnya ramai dikunjungi wisatawan. Obyek wisata sejarah ini sekarang telah menjadi destinasi wajib wisatawan saat berwisata ke Dieng. Tidak hanya sekedar berwisata, di obyek wisata Candi Dieng Anda bisa belajar sejarah umat Hindu.
Penemuan Candi Dieng
Para ahli memperkirakan candi-candi Dieng di bangun pada abad ke 8 masehi. Kesimpulan tersebut didasarkan pada penemuan sebuah arca Siwa dan batu tulis dengan angka tahun 808 masehi yang juga adalah batu tulis tertua dengan jenis tulisan jawa kuno. Berdasarkan penelitian, Candi Dieng di bangun atas perintah raja-raja pada masa Dinasti atau Wangsa Sanjaya.
Tahun 1841 seorang tentara Inggris yang sedang liburan ke Dieng menemukan kompleks percandian di kawasan wisata daerah Banjarnegara. Saat itu keadaan Candi Dieng terendam air telaga. Setelah itu dilakukan pengeringan dan pembersihan pada tahun 1856 yang dipimpin oleh orang Belanda bernama Van Kinsbergen. Untuk selanjutnya, bangunan candi dirawat dan dikelola oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara.
Kumpulan Candi Dieng Unik dan Antik
Candi Dieng dibagi menjadi 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri. Candi Dieng diberi nama sesuai dengan tokoh-tokoh pewayangan di kitab Mahabharata. Belum jelas siapa yang menamai candi-candi tersebut. Kelompok-kelompok Candi Dieng tersebut yaitu kompleks Candi Arjuna, Kompleks Candi Gatotkaca, Kompleks Candi Dwarawati, dan satu candi yang berdiri sendiri, yaitu Candi Bima. Ukuran candi-candi di Kompleks Candi Dieng tidak terlalu besar, namun memiliki karakter tersendiri yang menarik untuk dipelajari. Berikut ulasan candi-candi Dieng:
Kompleks Candi Arjuna
Kompleks Candi Arjuna merupakan kompleks candi tertua di Pulau Jawa, diperkirakan dibangun pada abad 8 Masehi oleh Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Di dekat Candi Arjuna ditemukan prasasti bertuliskan tahun 731 Caka (809 M). Prasasti inilah yang menjadi petunjuk bagi para ahli untuk memperkirakan bahwa pembangunan Candi Arjuna adalah sekitar awal abad 9 M. Kompleks Candi Arjuna juga menjadi kompleks candi terluas di Dataran Tinggi Dieng dengan luas 1 hektar.
Kompleks Candi Arjuna terletak di tengah-tengan tiga desa di Dieng, yaitu Desa Dieng Kulon di sebelah utara, Desa Dieng Wetan di sebelah Timur, dan Dukuh Karang Sari di sebelah selatan. Kompleks candi ini bisa diakses melalui jalur selatan dari arah Kawah Sikidang.
Hingga kini Kompleks Candi Arjuna biasa digunakan sebagai tempat pelaksanaan Galungan oleh umat Hindu dari berbagai daerah, yang paling banyak dari Bali. Pada tahun 2010, Kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Dieng Kompleks Candi Arjuna dikemas sebagai bagian dari sebuah acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF (Dieng Culture Festival) yaitu sebagai tempat pelaksanaan ruwatan anak gimbal Dieng. Dengan tiket masuk sebesar Rp10.000,- Anda sudah bisa menikmati objek wisata Candi Arjuna dan Kawah Sikidang
Dalam Kompleks Candi Arjuna terdapat 5 candi yang bangunannya dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng. Dari ke-5 candi tersebut 4 diantaranya adalah candi utama yang berderet memanjang dari selatan ke utara. Paling selatan adalah Candi Arjuna, kemudian berturut-turut ke arah utara ada Candi Srikandi, Candi Sembrada, dan Candi Puntadewa. Candi ke-5 adalah Candi Semar yang merupakan candi pendamping. Candi ini letaknya tidak sederetan keempat candi utama, tetapi disebelah barat dan menghadap ke Candi Arjuna. Kelima candi masih digunakan oleh umat Hindu Bali untuk sembahyang, kecuali Candi Semar. Berikut 5 Candi yang terdapat di Kompleks Candi Arjuna:
Candi Arjuna
Candi arjuna yang merupakan salah satu candi utama di Kompleks Candi Arjuna ini bentuknya kubus dengan luas dasar sekitar 4 meter persegi. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi 1 meter. Candi arjuna terletak di ujung paling selatan dengan pintu masuk yang memiliki tangga menghadap ke arah Barat. Di bagian atas pintu dihiasi oleh pahatan Kalamakara. Berdasarkan relief dan pahatan-pahatannya, Para ahli mengatakan, Candi Arjuna bersama dengan Candi Sembrada dan Candi Puntadewa dibangun untuk menyembah dewa Siwa.
Candi Srikandi
Persis di sebelah Candi Arjuna ke arah utara ada Candi Srikandi. Candi yang berbentuk kubus ini berdiri di atas batur setinggi 50 cm. Bentuk asli atap candi srikandi tidak terlihat lagi karena sudah hancur.Candi Srikandi dibangun untuk menyembah tiga dewa utama umat Hindu (Trimurti), yaitu Dewa Wisnu, Brahma, Dan Siwa. Untuk itulah di dinding Candi Srikandi terdapat pahatan dengan relief Trimurti, yaitu relief Dewa Wisnu di dinding bagian utara, relief Dewa Brahma di bagian selatan, dan relief Dewa Siwa di bagian timur.
Candi Sembrada
Candi selanjutnya dalam deretan Kompleks Candi Arjuna adalah Candi Sembrada. Candi ini juga dibangun untuk pemujaan terhadap Dewa Siwa. Tubuh candi ini berbentuk bujur sangkar yang berdiri di atas batur setinggi 50 cm. Sepintas candi ini terlihat bertingkat karena bagian atas atau atap candi yang bentuk dan ukurannya hampir sama dengan bagian tubuhnya.
Candi Puntadewa
Candi Puntadewa merupakan candi yang letaknya di ujung paling utara Kompleks Candi Arjuna. Sebagai salah satu candi utama, ukuran candi ini adalah yang paling kecil. Walaupun ukurannya tidak terlalu besar, namun bangunannya cukup tinggi karena berdiri di atas batur setinggi 2,5 meter. Hanya terdapat sebuah ruang kosong sempit di dalam candi ini. Sama seperti Candi Arjuna dan Candi Sembrada, bangunan candi dibuat untuk menyembah Dewa Siwa yang merupakan dewa tertinggi dalam kitab Mahabharata.
Candi Semar
Candi Semar merupakan candi perwara atau candi pelengkap di kompleks Candi Arjuna. Candi Semar yang berbentuk bujur sangakar ini adalah candi yang terkecil dalam kompleks candi Arjuna. Candi ini berperan sebagai candi sarana, yaitu candi yang digunakan untuk tempat umat Hindu yang akan sembahyang berkumpul sebelum masuk ke candi utama. Letak candi ini tidak sederetan dengan keempat candi lainnya. Letaknya di sebelah barat atau posisinya persis menghadap ke Candi Arjuna. Bagian dalam Candi semar hanya berupa rungan kosong dengan jendela-jendela kecil. Badan candi berdiri di atas batur yang polos tanpa hiasan setinggi 50 cm. Bentuk asli bagian atap Candi Semar tidak diketahui karena sudah hancur.
Kompleks Candi Gatotkaca
Kompleks Candi Gatotkaca atau sering juga disebut Gatutkaca terletak di Kabupaten Banjarnegara –bukan Wonosobo- atau sekitar 200 m sebelah barat Kompleks Candi Arjuna. Di seberangnya terdapat Museum Kailasa. Sama seperti Kompleks Candi Arjuna, Candi Gatotkaca bisa di akses melalui jalur selatan dari arah Kawah Sikidang dan Candi Bima. Letaknya di tepi jalan.
Dahulu, Kompleks Candi Gatotkaca terdiri atas 6 candi, yaitu Candi Gatotkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk, dan Candi Gareng. Candi-candi di Kompleks Candi Gatotkaca ini sebagian besar telah hancur. Sekarang, hanya Candi Gatotkaca dan Candi Setyaki yang bisa dinikmati karena telah dipugar. Berikut ulasan tentang Candi Gatotkaca dan Candi Setyaki:
Candi Gatotkaca
Candi Gatotkaca adalah candi dalam Kompleks Candi Gatotkaca yang pertama kali dipugar. Di antara keenam candi dalam Kompleks Candi Gatotkaca, candi inilah yang paling utuh dan kokoh berdiri. Bangunan Candi Gatotkaca sepintas seperti bangunan bertingkat karena bentuk dan ukuran bagian atas atau atapnya dibuat hampir sama dengan bentuk dan ukuran bagian tubuh candi. Candi Gatotkaca berbentuk bujur sangat dengan ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu 4,5 x 4,5 meter persegi. Pada ketiga sisi dinding yang lain terdapat relung berhias kalamakara. Puncak atap sudah hancur sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Candi Setyaki
Candi Setyaki adalah candi yang termasuk dalam Kompleks Candi Gatotkaca yang telah dipugar. Walaupun beberapa bagian candi ini telah diganti dengan material bangunan yang baru, namun candi ini masih tetap bernilai sejarah. Sebenarnya, rekonstruksi Candi Setyaki belum sepenuhnya sempurna. Masih ada bagian candi yang belum tertutup secara utuh, seperti bagian atasnya yang belum beratap. Bagian atas yang masih terbuka membuat pengunjung berkesempatan mengintip bagian dalam candi dari atas.
Menurut para ahli, Candi Setyaki dibangun sebagi tempat peristirahtan atau tempat tinggal. Lokasi Candi Setyaki yang berada di tengah-tengah lahan perkebunan kentang sangat memikat. Malahan di beberapa bagian perkebunan kentang akan Anda temukan bebatuan dari reruntuhan candi yang tergeletak begitu saja. Bebatuan ini juga bisa dijadikan obyek foto.
Kompleks Candi Dwarawati
Candi Dwarawati merupakan candi yang cukup unik di kompleks percandian Dieng karena lokasinya yang agak tersembunyi. Candi ini terletak di tengah-tengah pemukiman dan dikelilingi oleh lahan pertanian penduduk Desa Dieng Kulon. Ini adalah satu-satunya candi yang namanya tidak diambil dari nama tokoh-tokoh pewayangan di kitab Mahabharata.
Nama Dwarawati berasal dari nama ibukota kerajaan Dwarata di India. Bangunan candi ini mirip bangunan candi Hindu di India. Candi Dwarawati ini sangat menarik untuk dikunjungi karena areanya yang dikelilingi pemukiman penduduk dihiasi hamparan lahan pertanian kentang. Pemandangan yang menarik untuk didokumentasikan.
Candi Bima
Candi Bima disebut-sebut sebagai candi yang terbesar di antara kumpulan candi di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Terletak di paling selatan kompleks percandian Dieng, candi ini menyendiri di atas sebuah bukit. Secara admistrasi Candi Bima masuk Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Lokasinya dekat dengan obyek wisata Kawah Sikidang, yaitu persis di samping pintu masuk kawasan kawah. Selain dekat dengan Kawah Sikidang, Candi Bima juga dekat dengan obyek wisata Telaga Warna dan Dieng Plateau Theater. Jadi Anda bisa sekalian mengekspolore obyek-obyek wisata tersebut
Arsitektur Candi Bima agak berbeda dengan candi lainnya. Bangunannya lebih mirip candi di India yang bertingkat tiga dengan bentuk bujur sangkar berukuran 4,55 m x 4,55 m. Bagian dalam candi, yaitu bagian langit-langitnya berbentuk kerucut seperti piramida. Di keempat sisinya terdapat lubang-lubang kecil. Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut kudu. Motif kudu yang terbilang unik dan antik membuatnya sering dicuri untuk dijual ke kolektor benda antik beberapa tahun yang lalu. Akibatnya banyak bagian Candi Bima yang rusak. Selain karena sering dicuri, kerusakan bangunan Candi Bima juga terjadi karena bangunannya sudah dimakan usia dan beberapa kali terguncang oleh ledakan Kawah Sikidang.
Untuk mengatasi itu, di Candi Bima telah beberapa kali dilakukan pemugaran dan selesai tahun 2014. Candi Bima yang berdiri sendiri dengan megah ini sekarang banyak peminatnya. Keunikan arsitektur dan letaknya di atas bukit dengan pemandangan indah inilah yang membuat wisatawan betah dan tentu saja ingin mengabadikannya.
Benar kata orang, belum ke Dieng namanya jika belum ke Candi Dieng. Obyek wisata Candi Dieng memang patut diperhitungkan dalam destinasi wisata Anda ke Dieng. Keunikan bangunan bernilai sejarah dipadu keindahan alah sekitar jangan sampai Anda lewatkan. Anda wajib menyipkan kamera untuk mendokumentasikan bangunan-bangunan candi yang dikelilingi perbukitan dan hamparan lahan pertanian. Pemandangan yang sangat istimewa walaupun beberapa bagian candi sudah hancur. Apalagi sekarang sedang trend berfoto di bangunan-bangunan kuno yang antik. Selain itu, sambil berwisata Anda juga bisa sekalian belajar sejarah. Wisata unik yang akan membuat Anda sadar bahwa Candi Dieng yang menjadi saksi perkembangan umat Hindu masa lampau ini patut dijaga dan dilestarikan.